Sabtu, 10 April 2010

PENYAKIT PNEUMONIA
1.Pengertian
Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam–macam etiologi seperti: bakteri, virus, jamur, dan benda asing (Hasan dan Alatas, 1985). Pengertian lain dikemukakan oleh Amin dan Saleh (1987), pneumonia yaitu radang parenkim paru dimana asinus terisi dengan cairan radang, dengan atau tanpa disertai inflitrasi dari sel radang kedalam dinding alveoli dan rongga interstisium. Pengertian menurut Departemen Kesehatan RI. Tahun 1996 adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan bagian bawah (alveoli) pada paru, biasanya disebabkan oleh invasi kuman bakteri, yang ditandai adanya napas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah.
2.Penyebab
Penyebab pneumonia pada balita sukar ditegakkan karena dahak biasanya sukar diperoleh dan menurut publikasi WHO penyebab pneumonia di negara berkembang berdasarkan penelitian adalah Streptococcus pneumoniae dan Haemophylus influenzae (Dep. Kes. RI, 1996). Bakteri dan virus dapat menyerang bersama–sama secara simultan, yang paling banyak ditemukan adalah virus influenza A, B dan C, virus para influenza 1, 2, 3 dan 4, respiratory syncytial virus (RCV), adenovirus, rhinovirus (Amin dan Saleh, 1987).
3.Perjalanan alamiah penyakit
Bedasarkan konsep The wheel model of man–environment interactions maka kejadian penyakit pneumonia didasarkan adanya interaksi antara komponen host (penjamu) dan environment (lingkungan) yang meliputi lingkungan fisik, biologi, dan sosial. Berubahnya salah satu komponen akan mengakibatkan keseimbangan terganggu sehingga terjadi kesakitan (Mausner dan Kramer, 1985).
Perjalanan alamiah penyakit terdiri dari 5 tahap yaitu tahap kerentanan dengan adanya interaksi antara kuman penyebab, penjamu dan lingkungan sehingga dalam keadaan tertentu dapat menjadi faktor risiko. Tahap presimtomatik, pada tahap kedua ini telah terjadi interaksi dari berbagai faktor yang mengakibatkan perubahan–perubahan patogenetik yang masih di bawah garis horizon klinik. Tahap klinis ditandai dengan gejala klinis yang dapat diketahui dengan adanya perubahan patologi anatomik dan kelainan fungsi tubuh. Tahap klinis lanjut dimana pada tahap ini penyakit menjadi lebih berat jika tidak mendapat perhatian akan menjadi semakin parah. Tahap terakhir adalah tahap kecacatan sebagai gejala sisa yang timbul baik dalam jangka pendek maupun panjang (Mausner dan Kramer, 1985).
Perjalanan alamiah penyakit pada pneumonia dimulai dengan adanya interaksi bibit penyakit dengan tubuh host (penjamu) pada tahap awal. Tahap selanjutnya tubuh penjamu berusaha membasmi bibit penyakit melalui mekanisme pertahanan tubuh secara sistemik maupun lokal, apabla sistem pertahan tubuh penjamu gagal untuk menanggulangi maka bibit penyakit tersebut akan merusak epitel dan lapisan mukosa dari saluran napas sedangkan saluran napas bagian bawah dalam keadaan normal dan steril. Adanya infeksi virus dapat merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri patogen yang ada disaluran napas bagian atas, kemudian menyerang mukosa pada saluran napas bawah yang rusak, infeksi sekunder ini yang dapat menimbulkan terjadinya pneumonia bakteri (Mangunnegoro, 1997).
4.Diagnosis
Penegakkan diagnosis pneumonia pada anak balita secara praktis, sederhana dan dengan tehnologi tepat guna dikembangkan oleh WHO, yang kemudian digunakan oleh Dep.Kes RI. Sejak tahun 1988 penggolongannya berdasarkan tanda–tanda klinis.
Pneumonia pada bayi umur < 2 bulan digolongkan berat jika ditandai dengan napas cepat atau adanya tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam. Pneumonia pada umur 2 bulan–5 tahun digolongkan sebagai pneumonia berat apabila ditandai dengan batuk atau sulit bernapas disertai tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam, sedangkan pneumonia (tidak berat) apabila ditandai dengan batukdan napas cepat tetapi tidak ada tarikan dinding dada bagian bawah. Batasan napas cepat sebagai berikut : umur < 2 bulan ( 60 kali per menit), umur 2 bulan-12 bulan ( 50 kali per menit)dan umur 1– 5 tahun ( 40 kali per menit).
5.Epidemiologi
Pneumonia merupakan salah satu penyakit saluran napas yang terbanyak didapatkan dan sering merupakan penyebab kematian hampir di seluruh dunia. Penyebab Streptococcus pneumoniae dengan masa inkubasi yang tidak diketahui secara pasti tetapi diperkirakan 1–3 hari, sering ditemukan pada saluran pernafasan atas orang–orang sehat dengan reservoirnya adalah manusia dan penularan melalui droplet infection.
Pneumonia menyerang terutama pada bayi juga orang dewasa terutama alkoholic, lebih banyak dijumpai pada daerah industri dan daerah hunian dengan tingkat sosial ekonomi rendah. Dapat terjadi pada semua keadaan cuaca dan suhu, kadang–kadang merupakan penyakit epidemik pada populasi tertentu terutama di daerah urban perkotaan.


6.Faktor–faktor risiko.
Faktor risiko adalah faktor–faktor yang meningkatkan pemaparan atau kerentanan dari penjamu (host) terhadap kuman penyebab (agent). Faktor risiko terhadap kejadian pneumonia antara lain:
a.Status Gizi
Status gizi kurang merupakan salah satu faktor risiko yang berpengaruh besar terhadap kejadian pneumonia balita (Pio et al, 1985), Daulaire, (1991). Masalah gizi masih menjadi masalah utama di negara sedang berkembang terutama kekurangan kalori protein, hipovitaminosis A, anemia dan kekurangan vitamin B komplek mengakibatkan anak balita di negara berkembang banyak yang rentan terhadap penyakit infeksi termasuk pneumonia (Pio et al, 1985), Riley (1985). Hal ini disebabkan infeksi dan penyakit akan menganggu proses pencernaan, ketika asupan makanan berkurang zat gizi yang diperlukan berkurang, sehingga akan memperburuk kondisi dan berakibat tubuh menjadi rentan (Pio et al, 1985). Penelitian Kartasasmita (1993) di daerah urban mendapatkan prevalensi dan insidensi pneumonia cenderung lebih tinggi pada anak dengan gizi kurang walaupun secara statistik tidak bermakna.

b.Status imunisasi
Usaha penurunan angka kesakitan dan kematian yang berhubungan dengan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) dilakukan melalui kegiatan imunisasi dengan sasaran bayi/ balita < 1 tahun. Beberapa penyakit PD3I mempunyai gejala prodromal yang menyerupai ISPA sehingga imunisasi merupakan usaha yang baik dalam rangka penanggulangan pneumonia, karena kematian pada balita 10 % diikuti oleh pertusis, 15% oleh campak dan 5% oleh bronchiolitis/acut obstructive laryngitis (Weirbach, 1991). Penelitian Forastiere, et al, (1992) menunjukan status imunisasi merupakan faktor risiko terhadap kejadian pneumonia pada anak balita.
c.Pemberian air susu ibu (ASI)
Air susu ibu yang diberikan kepada bayi hingga usia 4 bulan selain bahan makanan bagi bayi juga mengandung kolustrum yang merupakan zat kekebalan alami yang berfungsi sebagai pelindung dari penyakit dan infeksi karena dapat mencegah invasi saluran pernapasan oleh bakteri atau virus (Weirbach, 1991). Pemberian ASI pada umur yang cukup dapat menurunkan insidensi kejadian pneumonia dan merupakan faktor risiko terhadap kejadian pneumonia pada bayi/ balita Forastiere, et al, (1992), Dharmage et al, (1996).

d.Kelembaban (humidity)
Kelembaban udara yang tinggi merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri, termasuk bakteri pathogen. Kelembaban udara dalam rumah yang nyaman dan sehat sebesar 40–60% Handayani, 1997). Penelitian di Magelang menunjukkan ventilasi merupakan faktor risiko dengan kejadian pneumonia pada balita (Harijanto, 1997), sedangkan penelitian lain di Klaten, Indramayu dan Jakarta menunjukkan hasil yang berbeda (Dewi, 1995), Sukar et al, (1996), Handayani ( 1997).
e. Bahan Bakar Masak
Pencemaran udara yang terjadi di dalam rumah dapat disebabkan oleh gas NO2 sebagai sumber pencemar adalah asap rokok, kompor gas dan alat pemanas ruangan (Pilotto dkk, 1997) juga CO2 akibat pembakaran yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor dan pemakaian kayu sebagai bahan bakar (Dep. Kes. RI, 1988 b). Asap dari bahan bakar kayu merupakan faktor risiko terhadap kejadian pneumonia pada balita (Lubis et al,(1996), sehingga anak yang digendong ibunya sewaktu memasak di dapur mempunyai risiko 3,2 kali lebih besar menderita pneumonia Francisco et al, (1993).

f.Merokok Dalam Ruangan/Rumah
Asap rokok merupakan faktor risiko kejadian pneumonia pada balita, baik yang dilakukan oleh bapak, ibu maupun anggota keluarga lainnya Pio et al, (1985), Amstrong dan Campbell, (1991), Forastiere et al, (1992), O’ Dempsey et al, (1996), Dharmage et al, (1996), Setyawardhana, (1998), Krisna (2000). Hal ini dapat diketahui dengan adanya zat yang terkandung dalam asap rokok yaitu Cotinine yang terabsorpsi melalui saluran pernapasan (Greenberg dkk, 1991). Penelitian Kartasasmita (1993), Dewi (1995), Harijanto (1997) mendapatkan hasil yang berbeda, yaitu tidak ada hubungan antara paparan asap rokok dengan kejadian pneumonia.
g.Hewan Peliharaan
Hewan peliharaan yang dilaporkan sebagai faktor risiko terhadap kejadian pneumonia pada usia balita adalah: hewan peliharaan di sekitar rumah, antara lain anjing, kucing, dan burung. Penelitian Dharmage et al, (1996) mendapatkan hasil keluarga dari anak balita yang mempunyai lebih dari 1 ekor hewan peliharaan dirumahnya mempunyai risiko 5 kali lebih besar terkena pneumonia.
h.Pendidikan ibu.
Beberapa penelitian tentang keterkaitan pendidikan ibu dengan kejadian pneumonia pada anak balita telah dilakukan, antara lain ibu dengan lama tingkat pendidikan < 12 tahun dan > 12 tahun anaknya mempunyai peluang yang sama untuk terkena pneumonia (Kartasasmita, 1993). Penelitian lain menunjukkan ibu balita dengan tingkat pendidikan Sekolah Dasar (SD) maka anaknya mempunyai risiko 1,49 kali lebih besar terkena pneumonia bila dibandingkan dengan anak dengan ibu berpendidikan Sekolah lanjutan atas (SLA). Ibu berpendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) anaknya mempunyai risiko 1,28 kali terkena pneumonia dibanding ibu dengan pendidikan SLA (Lubis dkk, 1996).

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda